Jumat, 24 Oktober 2014

Hijrah Seni dari Bandung ke Bali, “Melihat Wanita Telanjang, Di Ketelanjangan Alam Pada Tubuh Wanita Telanjang Dalam karya seni.”



Hijrah Seni dari Bandung ke Bali, “Melihat Wanita Telanjang, Di Ketelanjangan Alam Pada Tubuh Wanita Telanjang Dalam karya seni.”
 
Tepatnya Januari awal 2009, kedatangan saya ke Bali yang ke tiga kalinya. Kedatangan kali ini saya berencana untuk hijrah senirupa ke Bali, Saat itu Ubud meejadi sasaran utama.Berbekal informasi yg minim tentang Ubud, saya hanya sering mendengar kalau ubud Desa pusat seni dan Seniman tentunya.Tak hanya berbekal info namun ketika saya hendak pergi ke sana saya cua berbekal uang 50 rb, modal nekad saya pun meluncur dan segera stop angkot (Bemo) start dari terminal Tegal Denpasar menuju ke Kreneng lalu lanjut ke jurusan Batu bulan, stop di tepi jalan di blakang terminal Batu Bulan lalu berlanjut naik angkot (bemo)ke rah Ubud. Perasaan panik,Jantung berdebar kencang yang sebelumnya selalu mengiringi ritme yang agak sedikit bertempo Hardcore seolah memberikan irama tersendat pada langkah perjalanan hijrah saya, mungkin karna saya sendiri tidak tau mau kemana arah yg di tuju dan karna angkotan di Ubud hanya sampai jam 4sore, dan memang pada tahun itu angkutan umum sangat jarang begitu pula penumpangnya…hingga sampai sekarang juga masih seperti itu hehhe… Namun akhirnya setelah kira-kira 30menit perjalanan dari Batu Bulan, tiba- tiba ritme detak jantung berubah terefleksi dengan irama alat music Rindik bambu dan aroma bakaran dupa yang telah di persembahkan kepada Sang Maha Pencipta dan seisi alam semesta oleh maysarakat Bali sebagai ritual sehari-hari. Seakan masuk tempat suci Pura yang teramat sangat besar dalam bentuk Desa, fantasiku mulai berada di ruangan abience sungguh terasa, damai, sejuk indah nyaman sekaligus magis, mistis itu yang terasa seakan melewati lorong yang berpusar dan menghipnotis.

     Pusaran itu membawaku hingga berhenti dan terpecah saat berada pada titik keramaian di pusat Desa Ubud namun tetam berirama harrmonis dan selalu selaras dengan alam, Hingga memecah kesadaran, lalu saya berlanjut berjalan kaki dan duduk sejenak di sebuah trotoar sambil melepas lelah,mendengarkan lirih hati yang berbisik harus kemana lagi saya pergi……sambil menatap alas kaki (sandal jepit )yang sudah kupakai hampir2 tahun tidak ku ganti semakin mulai menipis.


   

 Model :Alison charcoal (arang) on paper 60x70cm 2009 ini hasil karya menggambar model setelah dua kali pertemuan di Studio Pak Pranoto (pelukis Ubud-Bali),...agak sedikit terkuasai menggores dengan batang arang sebesar jari teluntuk tanpa ada ujung yg runcing, dan ini saya gores dengan satu kali gores.

   Perjalanan itu terhenti ketika mataku mengarahkan kearah papan dan patung gapura besar yang bertulis Museum Belanco….lalu saya masuk dalam ruang pamer karya koleksi museum pelukis ternama asal spanyol yang menetap di Bali itu, Lagi lagi perasaan saya tersentak, namun kali ini ada perempuan telanjang yang begitu eksotik menarikan tari Bali ada berada bingkai yang begitu artistic seolah panggung bagi sang penari,….ohh ternyata ini salah satu karya lukisan Pelukis Antonio Blanco…..terimakasih kau sudah memperlihatkan keindahan  Bidadari Bali yang begitu saya langsung dapat mencicipi keindahan Bali  melalui sebuah nilai karya seni. Dan pula mengajarkan ku sedikit memahami seorang seniman saat menggubah keindahan alam lewat ketelanjangan perempuan.
    Tampaknya Barisan angkot sudah mulai tak terlihat, sepertinya akan segera menyudahi memandang ketelanjangan alam di museum itu. Perjalanan berlanjut menuju arah Patung Arjuna, Tepat di depan sebuah Galeri, diatas trotoar saya bertumpu meratap nasib karna tidak bisa pulang kembali kea rah Denpasar..tampak berlalu lalang di depan mata saya memandang sepertinya seorang seniman, ternyata benar! mereka bersepeda dengan tas pinggang dan membawa gulungan kanvas putih. Benar- benar Ubud ini di huni malaikat seni…dalam hati berkata.
   
     Kurang lebih menghabiskan103 langkah kedepan, menyebrang jalan dan akhirnya menghitung mundur lagi kira-kira ¼ kurang ½ langkah tiba-tiba seseorang  berambut gondrong sebahu, badan tidak terlalu tinggi dan agak-agak gemuk, tidak tua sekali dan tidak begitu muda….merangkulku dari belakang dan menepuk- nepuk bahuku dengan kata sapaan…;’hai seniman sini kamu ayo ikut aku’, tanpa basa-basi orang tersebut menggiringku ke sebuah rumah yang kebetulan tidak jauh dari lokasi tempat kita bertemu. Dengan gaya santainya  dia memperkenalkan dirinya sebelum membuka pintu masuk rumah kontrakannya  namaku Elka (beliau seorang seniman asal jogja yang sudah lama menetap di Bali…..tak lama kemudian keluar sambil membawa 2gelas kopi panas berisi ½ gelas (bukannya pelit atau kehabisan air tapi itu sudah tradisi ngopi orang-orang di Bali).Berteman kopi..perbincangan standar  awal perkenalan di mulai….dan di akhir berbincang Pak Elka dengan tegas dan jelas menawarkan pilihan beranekaragam dan karakter seniman dn komunitasnya, dengan gamblang menjelaskan layaknya pelayan restoran yang sedang menawarkan menu makan pada tamunya, tentu dengan tujuan yang positif untuk saya  agar saya bisa memilih kemana yang saya mau tuju sesuai dengan karakter saya berkesenian, katanya.Menjadi sebuah pejunjuk buat saya untuk mencoba mengendus dan mengenal.kesenian dan para seniman di Ubud.
    
Sepakat kita beranjak berjalan menuju salah satu Gallery kontemporer di UbudT-art, ternyata Pak Elka coba memperkenalkan saya kepada orang-orang yang sedang   bekerja di depan computer di salah satu ruangan kantor Galeri, Disana saya di perkanalkan dengan  AS Kurnia yang kebetulan setau saya beliau seniman juga dan seya mengetahui saat melihat karyanya di salah satu catalog pameran di Bandung kebetulan karyanya telah melekat lamaa pada ingatan saya, namun tampaknya beliau sedang tidak ingin banyak bicara atau memang pendiam hehee…
   
Tak jauh dari Galeri T-art terlihat di sebrang jalan Galeri lukisan bernama Galeri Pranoto, Disana terpajang lukisan figur-figur  perempuan dalam objek Nude (telanjang). Segera kami pun mengarah kesana, Disana saya di kenalkan dengan Pak Pranoto Pelukis sekaligus pemilik Galeri tersebut. Selain berkunjung ternyata Pak Elka memang berniatan selain memperkenalkan ternyata saya di sarankan untuk sementara tinggal di sana untuk satu malam saya tidur, Tak hanya itu alasannya karna memang disana banyak seniman berkumpul juga untuk singgah dari berbagai daerah,latar belakang, suku hingga manca negara , dari berbincang biasa, diskusi seni hingga bermusik, yang sesekali menjadi beragam alat musi kita mainkan sebagai media ngobrol pengganti ketika mulut sudah lelah berbicara.
  
    Esok harinya kebetulan adalah jadwal menggamar model bersama di studio Pak Pranoto di ruang bersebelahan dengan galeri, dalam hati saya wah akhirnya kesampaian juga saya biasa belajar gambar model secara langsung dan modelnya tanpa busana pula, dalam hati akhirnya saya bisa yang seolah –olah ” masuk dalam halaman buku, menjadi tokoh seperti pada hayalan saya” saat mengingat salah satu buku novel yang pernah  saya baca tentang pelukis yang belajar anatomi tubuh dengan gabar model langsung, tentu itu pengalaman saya yang sangat berharga  untuk  mengawali proses berkesenian saya di Bali, karna sebelumnya saya hanya berimajinasi saat menggambar figure manusia telanjang, Tentu pengalaman ini belum saya alami dan hanya ada dalam hayalan saja.

    Disana saya pertamakali  menggambar dengan charcoal ( arang), maklum karna kebetulan saya tidak banyak tau dengan media konvensional untuk melukis atau mebuat sketsa jadi masih teramat kaku dan sedikit aneh rasanya…. kebetulan juga saya belajar seni secara otodidak “ di situ saya ada pengalaman disitu saya belajar”. Sebatang arang di berikannya pada saya dari Pak Pranoto untuk saya coba dan beberapa lembar kertas putih yang siap melucuti model lukisannya.

 

ini adalah hasil karya widodo kabutdo sebagai pengalaman pertama gaambar model telanjang dengan batang kayu arang. di atas kertas.


Ada perasaan yang lain muncul saat di hadapkan dengan model wanita telanjang yang telah siap menjadi objek eksplorasi seni, Mungkin memang benar, dalam seni kata “normal” itu bukan menjadi suatu hal yang wajar. Wajar bagi seorang laki- laki pasti akan bernafsu birahi muncul ketika melihat wanita telanjang berada di depannya, Memang benar saat itu nafsu itu muncul namun gairah itu bukanlah gairah atau birahi sex,…apakah itu,  kenapa seniman seringkali di anggap “gila” atau tidak “normal” atau bisa jadi untuk menciptakan suatau “keindahan” (estetika) dalam hal seni seorang seniman juga harus mampu mengendalikan diri dalam ketidak “normal-an”, atau mungkin karna atmosfir seni seni pada saat itu  lebih mendominasi, dengan banyaknya pelukis yang begitu hikmat saat berkarya. Saat ikut gambar bersama  ada pun aturan mengenai hal etika peserta gabar model telanjang di antaranya, peserta tidak di perbolehkan memotret  atau merekam saat sedang dimuali,disiplin waktu, bahkan tak di perkenankan para peserta mengucap  bagian anatomi yang sifatnya melecehkan model, meskipun tatatertib itu itu tidak tertulis maupun di sampaikan secara langsung namun sepertinya para seniman sudah memiliki kesadaran itu untuk menaati dan sebagian besar seniman tau bagai mana cara menghargai sebuah keindahan.

 “Seorang seniman memiliki proyeksi sendiri  tentang bagaimana  menikmati wanita telanjang dalam lukisan dan menikmati kertelanjangan alam pada tubuh wanita telanjang” 

Catatan dari sebuah perjalanan yang saya alami dalam berburu ilmu pengetahuan yang baru sempat di tulis. "widodo kabutdo"

Berikut beberapa hasil karya saya juga setelah kurang lebih hampir 2bln mengikuti gambar model bersama, kira-kira hampir 500 sketch yang saya hasilkan selama 2bln proses studi gambar model. dengan mengeksplor beragam media dan tekhnik. entah apa nama tekhniknya yang penting proses pencarian itu slalu saya lakukan, bebaskan dan bersenang.

























     Mohon koreksi dan masukannya jika ada kesalahan kata , maupun tata cara tulisan, maupun adanya kalimat yg kurang berkenan, karna saya baru dan sedang belajar menulis. Mencoba berekspresi lewat kata dalam bentuk tulisan. Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar