Laman

Sabtu, 19 Januari 2019

KUMPARAN (lukisan tebing brown canyon)

Lukisan Tebing Brown Canyon Widodo Kabutdo



Perjalanan kesenian seniman memang kerap dimotivasi dengan ide-ide 'gila' untuk dapat menemukan spirit dalam karya yang akan dibuatnya. Seperti yang dilakukan oleh Widodo Kabutdo, seniman otodidak yang kini tinggal di Semarang setelah persinggahannya dalam berkesenian di Bali. Widodo yang sempat mengikuti test masuk STSI Bandung ini lebih sering belajar dari "perjalanan kehidupan". Merespon kondisi sosial budaya yang menurutnya perlu disikapi dalam bentuk proses berkarya, seperti halnya merespon  tebing Brown Canyon, salah satu bekas tambang galian golongan C di Rowosari, Tembalang, Semarang. Tempat yang jauh dari keramaian dan melewati tempat pembuangan sampah tersebut disiapkan sebagai tempat membuat karya yang disebutnya "Perjalanan Menuju Anugrah".


Dari awal proses berkarya di Brown Canyon ini, Widodo kerap memposting di sosial media perihal keinginannya membuat karya di bukit kapur. Dia sepertinya berusaha terbuka mengenalkan ide-idenya berjalan dan mengalir hingga mendapat respon dan dukungan dari netizen baik moril maupun materiil.


Menarik selama proses karya berlangsung, aktifitasnyayang dimulai pada pertengahan Agustus 2016  ini memancing rasa penasaran publik setelah publikasinya yang rutin dilakukan disosial media. Dia pun lantas membuat workshop lukisan dari debu untuk anak-anak kampung sekitar.


 ”Konturnya berlapis, memaknai kebesaran Tuhan yang keagungannya berlapis. Membuat jelmaan alam. Lilitan-lilitan itu bisa berupa alam, bisa pohon, bisa penjaga di sini.” Bentuk lain yang ia gambar adalah tangga tanpa pondasi. Widodo menggambarkan filosofi hidup seperti anak tangga, dan pondasi adalah keyakinan atau keimanan.  Begitu Widodo menjelaskan makna filosofi dari keindahan alam Brown Canyon dan menggugahnya membuat karya disana.


Pria kelahiran Tegal, 24 Juli 1982  ini meyakinkan bahwa proses berkaryanya tersebut merupakan proyek pribadi dan bertujuan sosial dengan harapan dapat memberi nilai ekonomi bagi masyarakat setempat. Sungguh niat dan laku seni yang mulia dari seorang seniman yang masih jauh dari 'mapan' namun mau berfikir dan berbuat untuk masyarakat.


Indonesian Art & Culture Community menempatkan karya Widodo Kabutdo sebagai karya paling spektakuler sepanjang tahun 2016 dan patut ditiru oleh seniman yang konsen pada gerakan realisme sosial. Selamat buat Widodo Kabutdo.


Source :

Selasa, 15 Januari 2019

Mural Raksasa di Tebing Bekas Galian C (BROWN CANYON)

Mural Raksasa di Tebing Bekas Galian C 
BROWN CANYON


RADAR SEMARANG
10 Oktober 2016


BROWN Canyon di mata Widodo Kabutdo, 33, merupakan tempat yang memiliki daya tarik tersendiri. Ia melihat tebing-tebing batu, padas dan tanah tersebut ibarat ”kanvas” raksasa. Seniman kelahiran Tegal yang selama ini dikenal dengan karya-karya berbahan sampah plastik ini, tengah membuat mural raksasa di tebing Brown Canyon.

Sudah sekitar sebulan Widodo berkarya di Brown Canyon. Sebuah dinding padas sepanjang sekitar 25 meter sudah dihiasi lukisan meski baru konsep awal yang jauh dari selesai. Figur yang ditampilkan serupa benda yang meliuk mirip ular, ikan, tangga dan lainnya. Ia menggunakan cat genteng yang antiair untuk mewarnai tebing-tebing batu dan padas.



”Gambar ini menyangkut sisi spiritual diri saya yang digabung dengan mitologi Desa Rowosari tapi dengan sentuhan modern,” tutur Widodo yang mengeluarkan dana pribadi untuk mewujudkan karya seni ini.

Perupa otodidak dengan pendidikan formal Sekolah Teknik Menengah (STM) jurusan teknik mesin di Bandung ini menjelaskan, objek yang meliuk-liuk tersebut mencul begitu saja dalam pikirannya ketika pertama kali menyusun konsep gambar yang akan dibuat. Ternyata sketsa awal itu membuat kaget warga setempat. Sebab berdasarkan kepercayaan warga setempat, penunggu kawasan Brown Canyon adalah ular 



”Saya menggunakan pendekatan mitologi setempat untuk mencari inspirasi di situs Watu Lumbung ini,” jelas perupa yang pernah 5 tahun tinggal di Bali ini.

Watu Lumbung adalah sebuah batu raksasa di lokasi ini yang dikeramatkan sebagian warga. Di masa lalu, bila kemarau panjang menimpa kawasan Rowosari, maka warga akan berdoa di Watu Lumbung untuk meminta hujan.

Rencananya, Widodo tidak hanya memajang mural di tebing pada kegiatan yang ia namai Sekolah Tinggi Alam Jagat Raya (STAJR) Artventure Project ini. Dalam konsepnya, akan ada seni instalasi yang ditempatkan di atas kubangan air bekas lokasi galian C. Ia juga berangan-angan bisa menampilkan video mapping pada dinding padas menjulang tinggi yang menjadi ikon Brown Canyon.

Aktivitas Widodo ini ternyata juga menarik perhatian anak-anak di sekitar Rowosari. Mereka ada yang tertarik ikut menggambar di tebing sesuai dengan konsep yang telah direncanakan. Selain itu, setiap Sabtu dan Minggu, Widodo juga menggelar workshop melukis dengan bahan debu yang langsung diminati anak-anak.

Pengamat Seni Rupa Semarang Tubagus P Svarajati melihat karya Widodo ini masuk kategori environmental art atau seni lingkungan. Widodo merespons dan memberikan artikulasi baru terhadap lingkungan yang digarapnya.

Tubagus melihat, praktik yang dilakukan Widodo ini sebenarnya lazim di mana-mana. Tapi khusus di Semarang, ini tergolong baru karena ia menyimpang dari kelaziman sebagian besar perupa Semarang yang khusyuk bekerja di studio.
”Dengan menggambari dinding atau tebing bekas galian itu, praktik Widodo mirip yang dilakukan oleh manusia purba di gua-gua. Ia meninggalkan jejak-jejak dan pesan,” jelasnya.


Dalam wacana seni rupa kontemporer, lanjut Tubagus, Widodo telah menjadikan lanskap Brown Canyon sebagai kanvas besar bagi perupaan yang diproduksinya. Ini pilihan estetik dan artistik yang cerdas dan dahsyat.

”Dengan cara itu, ia memberikan makna baru terhadap Brown Canyon. Bukan saja sebagai situs yang terbengkalai, sekadar lokasi pemotretan semenjana. Gubahan Widodo itu memberikan nilai lebih sebagai situs kultural dan area wisata baru.” (*/ida/ce1)


source :

Pranoto, Radar Semarang10 Oktober 2016

https://radarsemarang.com/2016/10/10/mural-raksasa-di-tebing-bekas-galian-c-brown-canyon/